Sepercik Cerita Kehamilan (Bag.1)

Sepercik cerita cupu selama kehamilan..

Sebagai perempuan newbie cupu yang mengalami kehamilan pertama, saya tidak mengalami hal-hal romantis seperti yang diidamkan perempuan sewajarnya. Kisah saya diwarnai oleh kecupuan dan kebodohan,  tapi saya sangat berterima kasih karena saya jadi mengerti setiap fase yang dialami saat hamil. Semoga tulisan ini menjawab kebingungan dan kegalauan perempuan yang sedang hamil. 🙂

Tanggal 5 Oktober, tepatnya jam 4.30 subuh saya terbangun karena diserang rasa mual yang parah. Melompat saya ke kamar mandi lalu muntah dilanjutkan BAB. Curiga hamil, tapi saya nggak mau GR dulu karena malam harinya saya cek pakai testpack. Hasilnya negatif.

Merasa tidak hamil, saya melakukan MRI kepala menggunakan medan elektromagnetik. Padahal saya tidak tahu apakah MRI berbahaya atau tidak untuk kandungan kalau saya benar hamil. (MRI ini perlu tidak perlu, hanya karena saya tipe yang selalu melakukan checkup kesehatan saking parnonya)

Tanggal 16 Oktober, saya merasakan gejala menjelang menstruasi. Sakit perut bagian bawah dan keluar flek. Saya pikir menstruasi saya maju empat hari dari tanggal 20 ke 16. Ternyata, sampai malam pun bulan tak kunjung datang.

Tanggal 20 Oktober, tidak datang bulan juga. Lalu di tanggal 22 Oktober, flek keluar lagi dan saya pikir menstruasi. Ternyata tidak juga. Anyway, hari ini bertepatan dengan ulang tahun saya. Tadinya saya pikir mau melalukan testpack di hari ini, tapi takut kecewa kalau hasilnya negatif.

Tanggal 24 Oktober, saya cek dengan testpack. Yipiiiee! Kali ini benar-benar terjawab rasa GR saya.

Tanggal 26 Oktober, saya cek kandungan ke seorang obgyn perempuan, dr Stella di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading. Sebenarnya, dokter ini adalah alternatif kedua setelah dr Nurwansyah di RS Brawijaya. Awalnya saya tidak yakin dengan dokter kandungan perempuan (karena kalau dokter laki-laki rasanya lebih tenang dan safe). Tapi, pemikiran saya berubah setelah dr Stella mengecek kondisi rahim saya melalui trans-vaginal.

“Kamu flek dan bleeding karena ada polip di mulut rahim. Coba sini suaminya lihat..” Kata dr Stella sambil membuat V saya menganga. 😦

“Kamu harus operasi kecil pakai laser..”

(Muka saya super ketakutan kayak di komik-komik)

“Tenang, gak berasa kok. Dibius total cuma duapuluh menit. Janinnya sehat nih, udah 4 minggu.” (di layar usg ada bulatan hitam kecil kayak kacang tauco).

Begitu ditunjukkan foto polip cervix di google, saya muntah di wastafel ruangan dokter :p

Sepulang dari RS, selain menyimpan rasa takut berlebihan karena bakal dilaser dan dibis (takut biusnya tidak berfungsi atau saya tidak bangun lagi), saya juga menyimpan kekaguman dengan dr Stella. Dia sangat teliti dengan jiwa keibuan yang peduli dengan anaknya.

Selama beberapa hari itu, saya mendadak berdoa lebih khusuk. :p

Tanggal 31 Oktober. Operasi polip di ruang bersalin.

Detik-detik menjelang dibius saya seperti kambing yang mau disembelih. Suster kesulitan menusuk jarum infus karena urat saya tegang. Lalu saat suster melihat ke arah lain, saya berekspresi seperti menjerit tapi tidak bersuara.

Tahu-tahu suster melihat saya kaget, “Kamu kenapa?? Kesakitan?!!”

Saya dengan muka malu “Nggak, Sus.. Takut aja..”

Yaelah kamu.. Diapa-apain aja belum,” kata si suster.

Edwin di samping saya ketawa-ketawa.

Saya? Jadi tambah malu.

Kemudian sejam kemudian, dr Stella masuk ke ruangan bersama seorang dokter bius bernama dr Loyd (yang saya tahu belakangan kalau dia adalah bapaknya Afgan!).

Dr Loyd orangnya cool, tanpa senyum.

“Kamu tahu kan, tindakan ini ada risikonya?”

Saya dan Edwin mematung. “Risiko apa Dok?”

“Buat kelangsungan kehamilan..”

(What?! Kalau ada risiko itu ya mending kagak usah operasi polip kaleee… *saya sudah bersiap kabur*)

Dr Stella: Ya risiko pasti ada, tapi kan sudah dicek semuanya..

Edwin: Besar apa kecil dok risikonya?

Dr Loyd: Ya, pasti kecil. Kalau besar nggak mungkin kita ambil tindakan ini.

Saya & Edwin: Fiuhhh.. (Bapaknya Afgan ini senyum dikit kek biar nggak bikin tegang)

Begitu mau dibius, saya memanfaatkan waktu sebisa mungkin untuk bertanya macam-macam.

“Dokter Stella, nanti baby saya dicek juga?” (saat ini bius mulai dimasukkan lewat jarum infus)

“Oh iya dong pasti..”

“Dokter Loyd.. Berapa lama setelah dibius saya tertidur?”

“Lima menit”

(saat itu pandangan saya mulai kabur)

“Dokter, kalau biusnya nggak mempan, perlu ditambah kadarnya nggak?” –> Saya sadar pertanyaan ini bodoh sekali, dan saat itu kepala saya sudah mulai pusing.

(Dokter diam saja, pasti merasa saya bodohnya keterlaluan karena masih meragukan obat bius. Saya masih bisa berpikir, ih ini dokter ditanya diam saja.. Sombong deh loe, Bro.)

Lalu saya masih sok-sokan iseng mau melawan pengaruh obat bius dengan berusaha membuka mata lebar-lebar..

Sedetik kemudian.. BLESSS. Hitam semua.

Tepat 20 menit kemudian, jam 9.20 WIB, saya terbangun karena dengar suara suster samar-samar. Suster bilang, “Sudah selesai operasinya.”

Oh, sudah? Pikir saya. “Sus, saya suka dibius, enak rasanya. Boleh lagi nggak?”

Suster tertawa karena melihat awalnya saya ketakutan kayak anak kambing mau disate, sekarang ketagihan dibius.

Kemudian malam harinya, saya kembali bertemu dr Stella untuk di-USG. Hasilnya, janin saya sudah membesar, bentuknya seperti kacang merah. Ada dua titik putih. Titik satu adalah denyut jantung janin, dan titik kedua adalah cadangan makanan untuk janin. Lucu sekali, denyut jantung seperti mata yang berkedip-kedip di layar.

Edwin: Dok, itu mata yang kedip-kedip?

dr Stella: (Menyikut Edwin), ngaco, itu jantungnya kaleee.. (ini dokter Stella tipe yang seru tapi tegas, bukan seperti dokter yang serius-serius begitu, which is good!)

🙂

Moral of the story: Tidak usah parno atau senewen berlebihan seperti saya ya, buang-buang energi saja. Nikmatilah setiap momennya, jangan kayak saya yang sekarang lagi ketakutan mau melahirkan normal atau Caesar, dan masih mencari tahu bagaimana melahirkan dengan cara bersin saja :p

Oya, sama satu lagi. Makanan menurut saya sangat penting selama kehamilan. Saya STOP indomie, micin, junkfood. Saya ganti semua dengan sayuran hijau (sumber kalsium), ayam kampung, ikan, buah-buahan (sehari minimal 3 macam). Manfaatnya terasa, perkembangan janin bagus (di luar masalah perut saya yang kelihatan sudah hamil 3 bulan, padahal janin masih seukuran biji apel begini :p)

Kalau mengalami drama mual-mual setiap hari kayak saya, coba selalu siap minyak angin atau apapun yang bikin badan lebih baik dan menunda muntah. Saya juga selalu siap kantong plastik di mobil kalau harus muntah sambil nyetir.

Menurut pengalaman saya, makan apel bikin muntah malas keluar juga :p.

Sekian sepercik cerita kehamilan saya yang cupu ini. Semoga bermanfaat untuk kalian-kalian yang sedang merencanakan kehamilan atau sama-sama newbie. 🙂

love,

faye